JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menuai sejumlah komentar dari para ahli. Secara umum, para ahli menilai
gugatan itu merupakan jalan legal bagi Korlantas. Namun, dari sisi konstelasi politik nasional, langkah tersebut merupakan perlawanan terbuka bagi kepolisian terhadap pidato Presiden sebelumnya yang sudah menyelesaikan ”pertikaian” Polri versus KPK.
Ahli
hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, ketika
dihubungi Minggu (28/10), menilai gugatan ini tak memiliki basis
argumentasi bagi Korlantas untuk meminta ganti rugi dengan gugatan
perdata kepada KPK setelah keluar pidato Presiden
beberapa waktu lalu. Presiden sebelumnya secara tegas telah menengahi
konflik ini dan sudah selesai di tingkat unsur pimpinan KPK dan unsur
pimpinan Polri.
Gugatan Korlantas diajukan karena ada penyitaan barang bukti oleh KPK di gedung Korlantas, beberapa waktu lalu, yang dinilai tidak terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korlantas Polri. KPK sudah siap melayani gugatan ini, yang rencana sidangnya digelar awal November nanti.
”Ini merupakan bentuk perlawanan terbuka dan pembangkangan terhadap pidato Presiden,” lanjut Saldi.
Ahli
hukum pidana dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menegaskan,
langkah Korlantas ini sisa-sisa belum selesainya persoalan antara KPK
dan Polri. ”Makin kelihatan persoalan antara mereka yang belum selesai.
Kalau sudah selesai, tak ada gugat-menggugat ini,” kata Akhiar.
Dari
sisi formal, Akhiar menilai Korlantas bukanlah subyek hukum yang
berdiri sendiri dan bisa menggugat. ”Korlantas itu tak berdiri sendiri
dari kepolisian, sementara kepolisian juga bagian dari pemerintah,
bagian dari negara,” kata Akhiar.
Ahli hukum pidana dari
Universitas Islam Indonesia, Mudzakir, mengatakan, Korlantas sudah
berada di jalur yang benar untuk menggugat KPK dalam rangka mendapatkan
haknya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, Sabtu (27/10), mengatakan, gugatan Korlantas
itu merupakan momentum untuk membuka dokumen yang disita oleh KPK.
”Nanti akan diketahui apa saja dokumen yang disita,” katanya.
Menurut
Hifdzil, gugatan Korlantas tersebut wajar dilakukan karena diduga
memang ada dokumen lain yang tidak berkaitan dengan kasus korupsi alat
simulasi mengemudi.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana
Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej mengatakan,
tidak jadi soal jika Korlantas menggugat KPK. Hal yang terpenting,
gugatan ini tak terkait dengan pokok perkara penanganan kasus simulator
di Polri.
0 komentar
Posts a comment