JAKARTA, KOMPAS.com — Perselisihan antara Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan Dewan Perwakilan Rakyat "memanas" setelah Dahlan mengirimkan pesan singkat kepada Sekretaris Kabinet Dipo Alam.
Pesan singkat itu menyatakan masih ada oknum anggota DPR yang meminta
"jatah" kepada BUMN. Para wakil rakyat langsung meradang. Mereka
mendesak Dahlan mengungkapkan secara terbuka siapa anggota DPR yang melakukan praktik itu agar tudingan tidak digeneralisasi.
Salah satu desakan datang dari Ketua DPR Marzuki Alie.
Ia meminta Dahlan menyebutkan siapa anggota DPR yang dimaksudnya.
Menanggapi desakan ini, Dahlan menyatakan keheranannya. Ia menegaskan,
tak bermaksud membesar-besarkan hal itu karena sama sekali tidak
berkepentingan untuk membongkarnya.
"Saya ini enggak ingin ada heboh-heboh. Saya tidak punya kepentingan untuk bongkar-bongkar, ungkap-ungkap. Tapi karena mereka selalu mengatakan buka saja begitu, yah, saya akan buka kalau memang ada permintaan DPR," ujar Dahlan, Senin (29/10/2012) petang, dalam perbincangan dengan Kompas.com sesaat sebelum mengisi acara di KompasTV, Palmerah, Jakarta Pusat.
Dahlan menjelaskan, "kehebohan" ini berawal dari berita soal anggota DPR yang meminta jatah.
Informasi ini, kata Dahlan, bukan datang darinya. Menurutnya, pesan
singkat laporannya kepada Dipo Alam bocor ke media massa sehingga
menjadi pemberitaan.
Padahal, Dahlan mengaku hanya berupaya melindungi BUMN-BUMN yang ada di Indonesia. Selama ini, hampir seluruh BUMN kerap dimintai jatah dengan
berbagai alasan oleh anggota DPR. Untuk melindungi BUMN, Dahlan
kemudian membuat surat edaran untuk semua direksi BUMN dengan merujuk
instruksi Presiden SBY dan surat edaran Seskab Dipo Alam.
"Yang
penting tujuannya tercapai, yang penting membentengi teman-teman BUMN
untuk tidak kongkalikong. Bahwa mereka (anggota DPR) ngajak, yah, saya
tidak peduli. Yang penting orang saya (BUMN) jangan mau diajak. Kalau
tidak menurut, langsung berhentikan," kata Dahlan lagi.
Ia pun membantah bahwa surat edaran itu terkait dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dilaporkan ke DPR soal inefisiensi di tubuh PLN sebesar Rp 37,6 triliun.
"Banyak
orang mengira setelah ada DPR ungkap soal inefisiensi baru saya
keluarkan surat edaran. Padahal, enggak begitu. Surat edaran sudah
lama," ujar mantan Direktur Utama PLN itu.
Perseteruan antara
anggota Dewan dengan Dahlan Iskan bermula dari adanya surat edaran
Dahlan yang isinya meneruskan surat Sekretaris Kabinet terkait imbauan
tidak melakukan praktik kongkalikong dengan DPR, DPRD, dan rekanan
dalam menjaga APBN untuk rakyat. Namun, setelah surat edaran
dikeluarkan, Dahlan mengeluhkan kepada Dipo melalui pesan singkat soal
masih saja ada anggota DPR yang meminta jatah.
Pernyataan
Dahlan kemudian diributkan anggota Dewan. Dahlan pun diminta
mengklarifikasi pernyataannya di hadapan anggota Dewan. Dahlan juga
sempat dipanggil Komisi VII Bidang Energi terkait dengan dugaan
inefisiensi PLN sebesar Rp 37,6 triliun saat Dahlan menjabat sebagai
Direktur Utama PLN.
0 komentar
Posts a comment